Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Kronologi Sengketa Kepemilikan Empat Pulau Aceh-Sumut Diungkapkan oleh Dirjen Adwil Kemendagri

12 Juni 2025 | Juni 12, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-12T01:23:38Z

 



MediaJurnalis- Akhirnya, Safrizal Zakaria Ali, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri, berbicara tentang perdebatan tentang kepemilikan empat pulau yang diperebutkan oleh Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Ia menjelaskan bahwa masalah ini muncul pada tahun 2008 ketika Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, yang terdiri dari berbagai kementerian dan lembaga negara, memverifikasi bahwa ada pulau di seluruh Indonesia.

Safrizal mengatakan pada Rabu, 11 Juni 2025 di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, "Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang."

Pada 4 November 2009, Gubernur Aceh mengkonfirmasi resmi hasil verifikasi tersebut. Surat tersebut menyatakan bahwa ada 260 pulau di Provinsi Aceh.

Sangat menarik bahwa dalam lampiran surat itu ada beberapa pulau yang diubah namanya. Misalnya, Pulau Rangit Besar diubah menjadi Pulau Mangkir Besar, Pulau Rangit Kecil diubah menjadi Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Malelo diubah menjadi Pulau Lipan. Semua perubahan nama ini disertai dengan penyesuaian lokasi koordinat masing-masing pulau.

Dia menyatakan, "Jadi setelah konfirmasi 2008, di 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat."

Selain itu, dalam proses identifikasi dan verifikasi yang dilakukan di wilayah Sumatera Utara pada tahun 2008, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menemukan 213 pulau. Sangat menarik bahwa di antara jumlah pulau tersebut terdapat empat pulau yang saat ini menjadi subjek sengketa antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara.

Syafrizal menyatakan bahwa pemerintah Sumatera Utara telah memverifikasi sebanyak 213 pulau di Sumatera Utara, termasuk empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar di koordinat sekian, Pulau Mangkir Kecil di koordinat sekian, Pulau Lipan di koordinat sekian, dan Pulau Panjang di koordinat sekian.

Setahun kemudian pada tahun 2009, Gubernur Sumatera Utara saat itu menyetujui hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi di wilayah Sumatera Utara. Ketika dia mengkonfirmasi, dia menyatakan bahwa provinsi tersebut memiliki 213 pulau, termasuk empat pulau yang saat ini menjadi perselisihan dengan Aceh.

Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi ini terdiri dari berbagai lembaga seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, LAPAN, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, dan pemerintah provinsi dan kabupaten terkait.

Hasil konfirmasi dari gubernur Aceh dan Sumatera Utara, serta laporan resmi ke PBB pada tahun 2012, akhirnya menetapkan bahwa keempat pulau yang disengketakan berada di bawah kendali Provinsi Sumatera Utara.

Menurut Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek tidak lagi termasuk dalam Provinsi Aceh. Keempatnya sekarang berada di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Tito menambahkan bahwa masalah ini memiliki sejarah yang cukup panjang, bahkan telah menjadi subjek perdebatan sejak tahun 1928, dan dari waktu ke waktu telah melibatkan berbagai pihak dan lembaga.

Bahkan jauh sebelum saya menjabat, masalah ini sudah ada sejak tahun 1928. Prosesnya sangat panjang. Berbagai kementerian dan lembaga telah memfasilitasi pertemuan berkali-kali, katanya.

Tito menegaskan bahwa masalah batas wilayah bukan hanya antara Aceh dan Sumatera Utara. Ia menyatakan bahwa masalah semacam itu masih ada di banyak tempat, bahkan ada ratusan di seluruh Indonesia.

Dia menyatakan bahwa hanya sekitar seribu desa dari sekitar tujuh puluh ribu desa yang ada yang batas wilayahnya telah diselesaikan secara hukum.

Ia menekankan bahwa penetapan batas wilayah yang jelas sangat penting untuk berbagai hal, termasuk perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU), pengelolaan tata ruang, dan perencanaan pembangunan daerah.

Tito juga mengingatkan bahwa ketidakjelasan batas wilayah dapat memiliki konsekuensi yang signifikan. Salah satu temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat berupa pembangunan yang dilakukan di wilayah yang masih disengketakan.

Menurutnya, "Jika satu wilayah membangun, meskipun status lahannya dalam sengketa, itu bisa jadi masalah hukum. Batas wilayah harus ada kejelasan agar tidak menimbulkan persoalan administrasi ke depannya."

Tito mengatakan tentang empat pulau yang menjadi perdebatan bahwa Badan Informasi Geospasial (BIG), TNI Angkatan Laut, dan Topografi TNI Angkatan Darat telah melakukan penelitian menyeluruh di batas darat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Hasil penelitian ini membuat pemerintah pusat memutuskan bahwa keempat pulau tersebut termasuk dalam wilayah administratif Sumatera Utara.

"Keputusan ini sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak," kata Tito. Selanjutnya, keputusan ini diformalkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) pada tahun 2022 dan kembali ditegaskan pada April 2025.

Meskipun batas darat telah ditetapkan, tidak ada kesepakatan tentang batas laut antara Aceh dan Sumatera Utara. Karena belum ada titik temu, Tito mengatakan bahwa pemerintah pusat memiliki keputusan akhir sepenuhnya.

Selain itu, ia menyatakan bahwa meskipun nama wilayah telah ditetapkan, batas wilayah secara keseluruhan masih dalam proses.
×
Berita Terbaru Update